ga tw

0


Kesenangan;

Duuhhh...senangya setelah berpusing-pusing dengan kegiatan organisasi akhirnya bisa juga seneng-seneng bersama temen-temn, menikmati indahnya pantai parangtritis dan merasakan hembusan ombaok yan terbawa angin..

0


Si Bandel yang...



Hamparan ladang pesawahan yang ditetesi embun di malam hari, tertiup oleh angin di pagi hari. Kesejukan embun membawa kehadiran baru di wajah orang-orang desa. Keceriaan diwajah mereka membawa kegembiraan di hati anak-anak mereka.

Desa Kuningan merupakan salah satu dari 10 desa di kabupaten Tegal yang jauh dari pusat kota. Desa kuningan terbagi menjadi 3, yaitu desa kuningan itu sendiri, dukuh Kesemen, dukuh Bulu. Dukuh bulu juga terbagi lagi menjadi 2, yaitu dukuh Bulu dan dukuh Bulu pontong. Walaupun desa kuningan terbagi-bagi namun tetap dalam satu kelurahan dan tetap damai sejahtera. Karena letak desa kuningan yang jauh dari pusat kota maka desa tersebut kurang diperhatikan oleh pemerintah setempat, baik dalam materiil maupun non materiil. Seperti perbaikan jalan dll.


Desa kuningan mempunyai pemandangan yang begitu indah dan udara yang sangat sejuk, namun tidak semua orang di desa tersebut dapat merasakannya, hanya orang-orang tertentu saja yang dapat merasakannya.


Pagi-pagi buta saat semua orang masih lelap dengan mimpinya, rombongan perempuan dengan semangatnya menganyun sepeda mereka menyusuri jalan setapak untuk bekerja di desa maribaya, tepatnya di pesisir pantai utara untuk memetik bunga melati.

Menjelang matahari terbit di ufuk timur semua orang terbangun dan mulai sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, mulai dari orang tua sampai anak-anak. Bapak – bapak pergi ke ladang untuk melihat tanaman padi yang sudah mulai menguning, ibu – ibu menyiapkan sarapan, dan anak – anak bersiap – siap untuk sekolah. Tepat pukul 06.30 semuanya sudah siap untuk sarapan. Dari utara terlihat segerombolan anak – anak yang berseragam merah – putih dengan rapi, mereka berjaln dengan semangatnya menuju ke sekolah tercinta untuk menuntut ilmu. Lain halnya dengan seorang anak yang bernama Tian, dia masih asyik dengan bantal gulingnya, masih lelap dengan mimpinya. Kakaknya yang bernama arti sudah memkai seragam dengan sangat rapi, dengan sabar arti membangunkan dan menunggu Tian bersiap -siap. Setelah lama menunggu akhirnya merekapun berangkat bersama menggunakan sepeda tua. Sampai disekolahan mereka terlambat. Tianpun langsung lari kekelas begitu juga dengan kakaknya. Selisih Arti dan Tian sangat jauh, Arti kelas 6 SD sedangkan Tian kelas 1 SD, padahal umur mereka cma selisih 4 tahun.


Suatu hari pensil Tian dipinjam sama sepupunya, dia bingung mau nulis pakai apa.


“In kowe gelem apa ora nganter aku maring kelas telu?” Tian tanya sama teman sebangkunya.


“gelem...tapi pan apa?” Iin menjawab.


“emm...ngambil pensilku di mba ulil”. Kata Tian.


“ayo ijin ke ibu guru! Ijinnya bilang mau ke wc aja.” kata Iin.


“ya wis..ayo? Ari dihukum ora papakan?” kata Tian.


“ora papa ian, nyante wae karo aku.” kata Iin.

Setelah mereka berdua izin mereka langsung kekelas 3 dengan menundukan kepala, akan tetapi ibu guru mengetahuinya, mereka tidak pergi ke wc melainkan pergi kekelas 3. mereka kembali kekelas dengan senang, masuk dengan mengucapkan salam, akan tetapi belum sempat duduk mereka sudah dipanggil ibu guru untuk maju ke depan. Didepan mereka ditanya


“tadi kalian izin mau kemana?” kata ibu guru dengan lembutnya.

“tadi kami izinnya mau ke wc bu, tapi kami kekelas 3 dulu bu ngambil pensilnya Tian, setelah itu kami ke wc bu.” kata Tian dan Iin sambil gemeteran.


“kenapa kalian tidak bilang kalau mau ngambil pensil sekalian, kalau bilangkan tidak di hukum, sekarang kalian berdua baca tulisan yang ada di papan tulis dengan keras sambil memegang telinga satu sama lain.” kata ibu guru sambil mengelus – ngelus dada.


“ sudah bu.” kata Tian dan Iin dengan lembutnya.


“ lain kali jangan bohong sama ibu ya nak” kata ibu guru sambil memegang pundak Tian dan Iin.



Kemudian mereka kembali duduk di bangku mereka. Bel tanda pelajaran berakhirpun telah berbunyi, ketua kelas menyiapkan teman – temannya untuk berkemas – kemas dilanjutkan dengan berdo'a. Selesai berdo'a mereka semua menyalami ibu guru. Sesampainya dirumah Tian bertemu dengan om Sony, dia dipanggil oleh om Sony.


“ tol mene? om pan ngomong.” kata om Sony sambil melambaikan tangan.


“ engko om, aku pan ganti klambi ndingin.” kata Tian sambil masuk kerumah.

Ian datang sambil berkata “ ana apa om?”.


“ kowe iki saiki wis kelas pira?” kata om Sony sambil menyuruh Tian duduk disampingnya.


“ nembe kelas 1 om, emange ana apa om?” kata Tian dengan rasa keingin tahuannya.


“ walah – walah..kowe nembe kelas 1 tho, om kira kowe kelas 3.” kata Sony sambil tertawa.


“ kok om malah ngguyu sih?emange ana sing lucunya om?” kata Tian sambil cemberut.


“ ya lucu lah..kowe iki sabenere wis kelas 3, mbiyen kowe kan om daftarake karo mba ulil, truz nembe sadina sekola wisan. Jarene kowe gurune galak.terus tahun ngarepe ya om maning sing daftarake kowe, maning – maning nembe sadina sekola wisan, alasanenya pada bae. Saiki wis ora wisan - wisanan maningkan?” kata om Sony sambil meledek.


“ ya..saiki kan wis beda maning om,,

gurune wis ora galak dadine aku seneng, wis ora.” kata Tian nantang.

“ ya wis..belajare sing rajinnya! Ben pinter.” kata om Sony sambil memegang kepala Tian.


“ emm. . . insyaALLAH om.” kata Tian lirih.

Dia melewati hari – hari disekolah dengan tekun.


Kemudian setelah kakaknya lulus SD dan melanjutkan sekolah ke Mts rodlatul tholabah di kali kangkung sambil mondok, Tianpun naik ke kelas 2. di kelas 2 Tian semakin rajin, dia jarang terlambat. Dia pandai dalam pelajaran Matematika. Pada caturwulan 1 dia mendapatkan peringkat 1, begitu juga pada caturwulan 2. di kelas 2 dia menjadi juara kelas. Tian melwati hari – harinya di sekolah dengan gembiranya, tidak disangka akhirnya Tian pun naik ke kelas 3. di kelas 3 Tian semakin rajin belajar, karema di kelas barunya itu ada teman yang lebih pinter dari pada dia. Pada caturwulan pertama Tian mendapat peringkat 2, sedangkan peringkat satunya di raih oleh temannya yang bernama Aris Munandar.

Tian semakin rajin belajar. Tian mempunyai prinsip “ Aku tak akan menyerah sebelum dia kalah”.

Akhirnya di caturwulan kedua Tian mendapatkan peringkat pertama seperti apa yang diharapkannya.


Suatu siang hari pada saat Tian dan Ibunya sedang duduk diluar rumah.Tian bertanya pada ibunya mengenai masa kecilnya.


“ Bu dulu waktu kecil aku nakal ga'?” kata Tian ingin tahu.


“ Dulu kowe iki nakale rakaruan, mbiyen kowe iku kan kowe ning simbah wetan 2 taun gudu ning kene. Mbiyen kan bapane kowe dadi imam ning mushola, kowe diajak maring mushola njagong ning sampinge bapa sing lagi ngimami, terus kowe iku ngetungi wong – wong sing pada shalat. Sing ibu heran ki kowe wedi karo bocah wadon, ari di dimek bocah wadon ki kowe nangis. Terus ibu mangkel karo kowe iku ari pan turu terus krungu sate liwat ning dalan ki kowe njaluk tuku, tapine wis ditukokena malah ora di pangan.” jawab ibu dengan terangnya.


“ ohh... berarti aku mbiyen nakal ya bu?” tanya Tian sambil merendahkan suaranya.


“ Iya le..” jawab ibu.

Setelah mendengar cerita dari ibunya Tian merasa dulu berarti dia menyusahkan sekali. Dia berkata “Aku harus MEMBAHAGIAKAN kedua orang tuaku.”



Suatu sore temen perempuan Tian jatuh dari pohon jambu. Temen perempuannya itu namanya Neneng, kata temen Tian yang rumahnya dekat dengan Neneng, sorenya itu dia tidak kenapa – kenapa, tapi malam harinya Neneng merasakan sakit di bagian pantat sebelah kanan, kedua orang tuanya biasa – biasa saja mendengar eluhan Neneng. Lama kelamaan pantat Neneng kelihatan besar sebelah, melihat hal itu kedua orag tuanya Neneng langsung membawa Neneng ke Puskesmas desa. Kata dokter di puskesmas tersebut Neneng terserang TUMOR ganas di bagian pantat kanannya, dokter menyarankan agar Neneng segera dibawa ke rumah sakit untuk menghindari penyebaran tumor tersebut. Karena orang tuanya termasuk keluarga yang kurang mampu dan tidak punya uang untuk berobat dirumah sakit. Setelah beberapa minggu, akhirnya Neneng di bawa kermuh sakit di Semarang. Tidak lama Neneng dirumah sakit, cuma beberapa hari karena kekurangan biaya. Akhirnya Neneng pun di bawa pulang ke rumahnya.


Mendengar hal tersebut Tian dan temen – temennya berinisiatif untuk mengumpulkan dana dari semua temen – temen mulai dari kelas 1- 6 . dari bantuan tersebut terkumpul dana sebesar Rp. 650.500,00.setelah itu Tian bersama wali kelasnya dan temen – temen sekelasnya pergi kerumah Neneng untuk menjenguk sekalian menyerahkan sumbangan dari temen – temen.

Sebulan setelah itu Neneng di panggil oleh ALLAH SWT. Mendengar berita tersebut Tian dan temen – temennya kaget, ada yang menangis dan ada pula yang berta'ziyah kerumah Neneng.


Setelah kejadian itu kembalilah semangat Tian dan temen – temennya untuk sekolah. Mereka berangkat ke sekolah bersama – sama. Tidak di sangka – sangka ternyata Tian naik ke kelas 4.


Tidak tahu kenapa semenjak Tian naik kelas dia berubah, mulai dari tingkah laku, bahkan prestasi dia jadi turun, yang dulunya jadi juara kelas, rajin belajar, tidak mau ada yang menyainginya, sekarang dia jadi super males, badungnya bukan main. Tian yang dulu kalau pulang sekolah langsung pulang kerumah dan belajar, tapi sekarang dia kalau pulang sekolah tidak langsung pulang kerumah melainkan bermain bersama temen – temennya sampai sore. Tian sekarang sudah berubah, begitu kata temen – temen dan guru – gurunya.

Suatu hari Tian dan temen – temennya pergi ke pasar Krempyeng untuk bermain PS.setelah selesai main PS Tian dan temen – temennya duduk – duduk di dalam pasar sambil makan. Tian berkata pada temen – temennya, “balik yuuh? Wis pan ashar ki..”

Ayuh!!!” kata Amin keras. “Tapine engko mampir ning gubuk batane pak Darkum, ya?” kata Ritno memotong pembicaraan. “ ya wis, karepe kowe.” kata Tian.

Setelah itu mereka langsung pulang, tiba di gubuk pak Darkum mereka mereka langsung mainan air, kecuali Tian dan Ritno, mereka berdua duduk di bambu yang melintang.


“ Ian kowe wani apa ora mbakar gubuk iki?” kata Ritno menantang Tian.


“ uhmm...oralah, engko aku bisa di bubuh bapakku. Emange kowe wani?” kata Tian balik menantang.


“ ya wanilah, Ritno gitu!” kata Ritno dengan sombongnya.


“ Tenane Rit? Yo wis ari kowe wani cepet bakar saiki, mumpung langka sing nduwe.” kats Tian.


“ tenanlah, emange aku katon goroh to?ora kan. Tak bakar ki.” kata Ritno.

Ritno membakar gubuk itu beneran. Dengan tenangnya dia menyalakan korek api yang ada ditangannya, pelan – pelan dia mendekatkan korek api yang menyala ke penutup samping gubuk yang terbuat dari jerami. Api merambat dengan cepatnya, dengan cepat juga Tian mematikan api yang merambat ke atap gubuk. Akhirnya api pun mati juga.


“ wis edan kowe Rit?? ngertine aku guyon, ari kebakar tenan piye? Mati kabeh sing ning kene.” kata Tian gemeter.


“ lah piye, wis matikan genine?” kata Ritno dengan santainya.


“ iya wis mati, tapi ari ora mati piye?” kata Tian sambil marah.


“ Ian wiswiswis!ayu saiki balik bae, engko kesusu sing nduwe marani.” kata teman – temen Tian yang baru mainan air.


Akhirnya mereka pun pulang dengan santai. Baru beberapa meter berjalan mereka mendengar ada orang berteriak, “ KEBAKARAAAN”. Mereka melihat orang – orang membawa ember sambil lari – lari di areal pesawahan yang berair. Melihat hal itu mereka cuek aja, karena mereka tahu kalau yang terbakar adalah gubuknya pak Darkum yang tadi di bakar oleh Ritno. Setelah jauh dari gubuk tersebut Tian bertanya kepada Ritno,


“ Rit piye? Ari wong sing mau pan mateni genine ngerti sing mbakar kowe piye?” kata Tian.


“ Embuh, aku ora ngerti.” jawab Ritno dengan cemasnya.


“ ya wis Rit, ari engko konangan kowe ngomong sing mbakar ki dudu kowe tok, tapi kabeh sing ning kene. Terus aja ngomong mbakar, tapi lagi mbakar kayu klalen ora dipateni. Ya?” kata Tian memberi solusi.


“ Ya wis Ian engko aku tak ngomong kaya kuwe. Tapi pada gelem apa ora?” kata Ritno.


“ Angger iku mah urusane aku, tenang bae?” jawab Tian dengan santainya.


“ Uhmm.. makasihnya Ian? Kowe iki emang sobatku sing paling apik.” kata Ritno memuji Tian.


“ wis biasa waelah karo batir kudu kaya kuwe.” jawab Tian.


Mereka sampai di rumahnya Restu, di rumah Restu mereka minum sambil istirahat. Dirumah Restu mereka berpisah, ada yang ke selatan, barat, utara,dll. Melihat temen – temennya pergi Restu masuk ke rumah.


Sesampainya di rumah Tian langsung mandi dan makan. Paginya Tian pergi kesekolah brsama temen – temennya, seperti biasa mereka terlambat dan dihukum oleh ibu guru.

Waktupun berjalan dengan cepatnya, tidak terasa sekarang Tian dan temen – temennyasudah kelas 6 SD. Sebentar lagi mereka akan menghadapi ujian akhir sekolah, tetap tingkah laku mereka belum berubah, masih suka membolos dan terlambat.


Suatu malam dirumah Tian, dia dipanggil bapaknya.


“ Le mene!bapa pan ngomong.” kata bapak memanggil Tian.


“ Inggih pa, ono opo pa?” tanya Tian.


“ Mene njagong ning pinggire bapa, kowe iki niat sekola apa ora si?” tanya bapa dengan lembutnya.


“ Niatlah pa! Masa ora sih, aku kan wis kelas enem tinggal ngenteni ujuan.” jawabTian dengan santainya.


“ Ari niat ya kowe belajar, aja kur turu karo dolan tok. Lah ganingka wis ngerti, tapi kowe kok ora tau belajar? Engko ora bisa ngerjakna soal ujian piye?” tanya bapak Tian.


“ Belajarnyan besok pak, ari aku wis Mts. Ujian SD mah ora usah dipikiri, engko malah tambah mumet.” jawab Tian.


“ Lah kowe ki kepriben si? Ari ora belajar ya ora bisa lulus, emange sekolane kowe iku ndekene bapakmu? Ari ndekene bapa kowe ora usah sekolah be tak luluske ning bapak. Terus ari kowe ora lulus SD ya ora bisa sekolah Mts, piye to?” kata bapak Tian.


“ Hehehehehe....bapa ki malah guyon, iya si pak!ya wis engko aku belajar tenanan ben iso lulus. Dongake ya pak ben aku lulus terus bisa nglanjutke sekola Mts?” kata Tian memohon pada bapaknya.


“ Iya le, bapa kuwi ndongake kowe karo mbayumu ben lulus kabeh.” jawab bapak Tian.


“ Amiiiiiiiiiiiiin!!! wisnya pak?aku arep turu ndingin.” kata Tian.


“ Ya wis.” jawab bapak Tian.

Waktu berputar dengan pelan, tidak terduga besok ujian akhir sekolah akan dilaksanakan tepat pukul 07.30 WIB. Tian tidak bisa tidur, begitu juga dengan temen – temennya. Mereka gelisah, takut tidak bisa mengerjakan soal – soal ujian, malam pun kian larut, akhirnya mereka tidur juga.

Pagi harinya mereka berangkat ke sekolah bersama – sama. Sampai disekolah bel langsung berbunyi, mereka berdo'a dan langsung masuk ruangan masing – masing. Akhirnya mereka dapat melewati ujian di hari pertama dengan gembira, mereka dapat mengerjakan soal ujian tersebut. Begitu seterusnya, di hari terakhir mereka mengerjakn soal ujian dengan teliti. Tiga hari sudah mereka menjalani ujian, akhirnya selesai juga tinggal menunggu pengumuman.

Setelah lama menunggu akhirnya hari yang dinantikan Tian dan temen – temennya tiba juga. Dengan hati – hatinya Tian membuka amplop yang diterima dari ibunya, sedikit demi sedikit Tian membuka amplop tersebut, begitu senangnya Tian ketika melihat isi amplop tersebut tertuliskan bahwa dia LULUS. Tian bersama temen – temennya meranyakan kelulusan mereka. Mereka sangat senang.


Kemudian setelah mereka lulus, mereka mendaftar disekolah yang mereka inginkan. Tian mendaftar di Mts babakan. Semenjak lulus dari SD mereka berpisah, jarang ketemu, jarang kumpul bareng sampai sekarang. Semenjak itu juga Tian berubah, Tian menjadi rajin seperti dulu lagi sampai dengan sekarang.


Kemudian setelah melalui beberapa tahap akhirnya Tian diterima di MTs N MODEL BABAKAN LEBAKSIU TEGAL.Tian disana tidak sendirian melainkan bersama saudaranya,mereka berdua bertempat tinggal di rumah seorang kyai yang kebetulan anak kyainya itu teman kakak kami jadi kami lebih mudah masuk kesana.kami berdua sekelas dan juga sebangku,kami selalu bersama-sama,sampai-sampai ada teman yang bilang kalau ada aku pasti ada anggun.oh..iya aku lupa nyebutin nama saudaraku itu nama saudaraku ANGGUN,nama lengkapnya ANGGUN SULTON HADIWIBOWO. Di kelas tersebut kami di bapai oleh DRS.AHMADUN yang kebetulan juga teman bapak aku waktu di pondok dulu.


Semenjak itu aku lebih diperhatikan lagi sama kedua ortuku.hari-hari aku lewati bersama teman-teman sekelasku yang mayoritas anaknya rame-rame.setelah kenaikan kelas aku lebih giat lagi untuk belajar.


biografi Hasan Albassri

0



Hasan Al Bashri (30-110 H)


Hasan al-Basri (642 – 728 atau 737); bahasa Arab:حسن البسری ; Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi-l-Hasan Yasar al-Basri) ialah ahil teologi Arab terkenal dan cendekiawan Islam.

Hassan al-Basri dilahirkan di Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin al-Khattab pada tahun 21 Hijrah (642 Masihi). Pernah menyusu pada Ummu Salmah, isteri Rasulullah S.A.W., ketika ibunya keluar melaksanakan suruhan beliau. al-Hassan al-Basri pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasul S.A.W. sehingga beliau muncul sebagai ulamak terkemuka dalam peradapan Islam. al-Hassan al-Basri meninggal di Basrah, Iraq, pada 110 Hijrah (728 Masihi). Beliau pernah hidup pada zaman pemerintahan Khalifah Abdul Malik b. Marwan.

Al-Hasan bin Yasar (30…???-110 H)

Suatu hari ummahatul mu’minin, Ummu Salamah, menerima khabar bahwa mantan “maula” (pembantu wanita)-nya telah melahirkan seo¬rang putera mungil yang sehat. Bukan main gembiranya hati Ummu Salamah mendengar berita tersebut. Diutusnya seseorang untuk mengundang bekas pembantunya itu untuk menghabiskan masa nifas di

rumahnya.

Ibu muda yang baru melahirkan tersebut bernama Khairoh, orang yang amat disayangi oleh Ummu Salamah. Rasa cinta ummahatul mu’minin kepada bekas maulanya itu, membuat ia begitu rindu untuk segera melihat puteranya. Ketika Khairoh dan puteranya tiba, Ummu Salamah memandang bayi yang masih merah itu dengan penuh sukacita dan cinta. Sungguh bayi mungil itu sangat menawan. “Sudahkah kau beri nama bayi ini, ya Khairoh?” tanya Ummu Salamah. “Belum ya ibunda. Kami serahkan kepada ibunda untuk menamainya” jawab Khai¬roh. Mendengar jawaban ini, ummahatul mu’minin berseri-seri, seraya berujar “Dengan berkah Allah, kita beri nama Al-Hasan.” Maka do’apun mengalir pada si kecil, begitu selesai acara pembe¬rian nama.

Al-Hasan bin Yasar – atau yang kelak lebih dikenal sebagai Hasan Al-Basri, ulama generasi salaf terkemuka – hidup di bawah asuhan dan didikan salah seorang isteri Rasulullah SAW: Hind binti Suhail yang lebih terkenal sebagai Ummu Salamah. Beliau adalah seorang puteri Arab yang paling sempurna akhlaqnya dan paling kuat pendiriannya, ia juga dikenal – sebelum Islam – sebagai penulis yang produktif. Para ahli sejarah mencatat beliau sebagai yang paling luas ilmunya di antara para isteri Rasulullah SAW.

Waktu terus berjalan. Seiring dengan semakin akrabnya hubun¬gan antara Al-Hasan dengan keluarga Nabi SAW, semakin terbentang luas kesempatan baginya untuk ber”uswah” (berteladan) pada ke¬luarga Rasulullah SAW. Pemuda cilik ini mereguk ilmu dari rumah-rumah ummahatul mu’minin serta mendapat kesempatan menimba ilmu bersama sahabat yang berada di masjid Nabawiy.

Ditempa oleh orang-orang sholeh, dalam waktu singkat Al-Hasan mampu meriwayatkan hadist dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan sahabat-sahabat RasuluLlah lainnya.

Al-Hasan sangat mengagumi Ali bin Abi Thalib, karena keluasan ilmunya serta kezuhudannya. Penguasan ilmu sastra Ali bin Abi Thalib yang demikian tinggi, kata-katanya yang penuh nasihat dan hikmah, membuat Al-Hasan begitu terpesona.

Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah bersama orang tuanya ke kota Basrah, Iraq, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Basri. Basrah kala itu terkenal sebagai kota ilmu dalam Daulah Islamiyyah. Masjid-masjid yang luas dan cantik dipenuhi halaqah-halaqah ilmu. Para sahabat dan tabi’in banyak yang sering singgah ke kota ini.

Di Basrah, Hasan Al-Basri lebih banyak tinggal di masjid, mengikuti halaqah-nya Ibnu Abbas. Dari beliau, Hasan Al-Basri banyak belajar ilmu tafsir, hadist dan qiro’at. Sedangkan ilmu fiqih, bahasa dan sastra dipelajarinya dari sahabat-sahabat yang

lain. Ketekunannya mengejar dan menggali ilmu menjadikan Hasan Al-Basri sangat ‘alim dalam berbagai ilmu. Ia terkenal sebagai seorang faqih yang terpercaya.

Keluasan dan kedalaman ilmunya membuat Hasan Al-Basri banyak didatangi orang yang ingin belajar langsung kepadanya. Nasihat Hasan Al-Basri mampu menggugah hati seseorang, bahkan membuat para pendengarnya mencucurkan air mata. Nama Hasan Al-Basri makin harum dan terkenal, menyebar ke seluruh negeri dan sampai pula ke telinga penguasa.

Ketika Al-Hajaj ats-Tsaqofi memegang kekuasan gubernur Iraq, ia terkenal akan kediktatorannya. Perlakuannya terhadap rakyat¬ terkadang sangat melampaui batas. Nyaris tak ada seorang pun penduduk Basrah yang berani mengajukan kritik atasnya atau menen¬tangnya. Hasan Al-Basri adalah salah satu di antara sedikit penduduk Basrah yang berani mengutarakan kritik pada Al-Hajaj. Bahkan di depan Al-Hajaj sendiri, Hasan Al-Basri pernah menguta¬rakan kritiknya yang amat pedas.

Saat itu tengah diadakan peresmian istana Al-Hajaj di tepian kota Basrah. Istana itu dibangun dari hasil keringat rakyat, dan kini rakyat diundang untuk menyaksikan peresmiannya. Saat itu tampillah Hasan Al-Basri menyuarakan kritiknya terhadap Al-Hajaj:

“Kita telah melihat apa-apa yang telah dibangun oleh Al-Hajaj. Kita juga telah mengetahui bahwa Fir’au membangun istana yang lebih indah dan lebih megah dari istana ini. Tetapi Allah menghancurkan istana itu … karena kedurhakaan dan kesombongannya …”

Kritik itu berlangsung cukup lama. Beberapa orang mulai cemas dan berbisik kepada Hasan Al-Basri, “Ya Abu Sa’id, cukupkanlah kritikmu, cukuplah!” Namun beliau menjawab, “Sungguh Allah telah mengambil janji dari orang-orang yang berilmu, supaya menerangkan kebenaran kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.”

Begitu mendengar kritik tajam tersebut, Al-Hajaj menghardik para ajudannya, “Celakalah kalian! Mengapa kalian biarkan budak dari Basrah itu mencaci maki dan bicara seenaknya? Dan tak seo¬rangpun dari kalian mencegahnya? Tangkap dia, hadapkan kepadaku!” .

Semua mata tertuju kepada sang Imam dengan hati berge¬tar. Hasan Al-Basri berdiri tegak dan tenang menghadapi Al-Hajaj bersama puluhan polisi dan algojonya. Sungguh luar biasa ketenan¬gan beliau. Dengan keagungan seorang mu’min, izzah seorang muslim dan ketenangan seorang da’i, beliau hadapi sang tiran.

Melihat ketenangan Hasan Al-Basri, seketika kecongkakan Al-Hajaj sirna. Kesombongan dan kebengisannya hilang. Ia langsung menyambut Hasan Al-Basri dan berkata lembut, “Kemarilah ya Abu Sa’id …” Al-Hasan mendekatinya dan duduk berdampingan. Semua mata memandang dengan kagum.

Mulailah Al-Hajaj menanyakan berba¬gai masalah agama kepada sang Imam, dan dijawab oleh Hasan Al-Basri dengan bahasa yang lembut dan mempesona. Semua pertanyaan¬nya dijawab dengan tuntas. Hasan Al-Basri dipersilakan untuk pulang. Usai pertemuan itu, seorang pengawal Al-Hajaj bertanya, “Wahai Abu Sa’id, sungguh aku melihat anda mengucapkan sesuatu ketika hendak berhadapan dengan Al-Hajaj. Apakah sesungguhnya kalimat yang anda baca itu?” Hasan Al-Basri menjawab, “Saat itu kubaca: Ya Wali dan PelindungKu dalam kesusahan. Jadikanlah hukuman Hajaj sejuk dan keselamatan buatku, sebagaimana Engkau telah jadikan api sejuk dan menyelamatkan Ibrahim.”

Nasihatnya yang terkenal diucapkannya ketika beliau diundang oleh penguasa Iraq, Ibnu Hubairoh, yang diangkat oleh Yazid bin Abdul Malik. Ibnu Hubairoh adalah seorang yang jujur dan sholeh, namun hatinya selalu gundah menghadapi perintah-perintah Yazid yang bertentangan dengan nuraninya. Ia berkata, “Allah telah memberi kekuasan kepada Yazid atas hambanya dan mewajibkan kita untuk mentaatinya. Ia sekarang menugaskan saya untuk memerintah Iraq dan Parsi, namun kadang-kadang perintahnya bertentangan dengan kebenaran. Ya, Abu Sa’id apa pendapatmu? Nasihatilah aku …”

Berkata Hasan Al-Basri, “Wahai Ibnu Hubairoh, takutlah kepada Allah ketika engkau mentaati Yazid dan jangan takut kepada Yazid¬ketika engkau mentaati Allah. Ketahuilah, Allah membelamu dari Yazid, dan Yazid tidak mampu membelamu dari siksa Allah. Wahai Ibnu Hubairoh, jika engkau mentaati Allah, Allah akan memelihara¬mu dari siksaan Yazid di dunia, akan tetapi jika engkau mentaati Yazid, ia tidak akan memeliharamu dari siksa Allah di dunia dan akhirat. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ma’siat kepada Allah, siapapun orangnya.” Berderai air mata Ibnu Hubairoh mendengar nasihat Hasan Al-Basri yang sangat dalam itu.

Pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H, Hasan Al-Basri memenuhi panggilan Robb-nya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Pendu¬duk Basrah bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman. Hari itu di Basrah tidak diselenggarakan sholat Ashar berjamaah, karena kota itu kosong tak berpenghuni.




daftar pustaka : Ensiklopedi Islam